MEDAN – Pelaksanaan praktikum mahasiswa Kesejahteraan Sosial Universitas Sumatera Utara Tapian Nauli Siburian (210902092) di Rumah Perlindugan Sosial (RPS) Dinas Sosial Kota Medan, memberikan keterbukaan tentang bagaimana peran pemerintah kota dalam menangani permasalahan orang terlantar.
Rumah perlindungan sosial atau RPS ini mulai diresmikan pada awal tahun 2025, tepatnya pada 2 Januari 2025 yang berlokasi di jalan Bunga turi II ditujukan sebagai rumah persinggahan bagi 25 golongan PPKS, termasuk orang terlantar yang masih menjadi permasalahan besar bagi kota-kota besar di indonesia saat ini.
Terimakasih kepada kak Mia Aulina Lubis S.Sos., M.Kesos . selaku Supervisor sekolah yang membimbing jalannya pelaksanaan Praktikum di Rumah Pelayanan Sosial, bapak Fajar Utama Ritonga S.Sos., M.Kesos. sebagai dosen pengampu mata kuliah Praktikum I. Bapak Khoiruddin S.Sos., SE., M.M. selaku Kepala Dinas dan Ibu Mariance S.STP., MSP. Sebagai Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial yang bersedia menerima dan memberikan kesempatan saya dalam melakukan praktikum di Rumah Perlindungan Sosial pada 03 Maret hingga 20 Juni 2025.
Diawal sebelum melakukan praktikum, tentunya menyiapkan kelengkapan administrasi dan pelepasan mahasiswa praktikum yang dilaksanakan di kampus FISIP USU. Serta penerimaan mahasiswa PKL di kantor Dinas Sosial Kota Medan oleh ibu Kepala Bidang Rehabsos dan bapak Kepala Dinas.
Selanjutnya sebagai mahasiswa praktikum, tentunya saya ikut berperan melakukan metode Casework oleh Zastrow pada PPKS di Rumah Perlindungan Sosial, khususnya pada orang terlantar. Metode Casework yang dikemukakan oleh zastrow sendiri merupakan metode pendekatan pekerjaan sosial yang fokus pada individu untuk membantu PPKS dalam mengetahui permasalahan pribadi dan sosial yang dialami serta dapat melakukan pencegahan maupun pemulihan. Berikut beberapa tahapan casework yang dilakukan kepda salah seorang PPKS yang merupakan orang terlantar perempuan di RPS:
1. Engagement: merupakan tahapan membangun hubungan awal antara pekerja sosial dan PPKS, di tahapan ini ppks memberitahukan identitas awal dan memperkenalkan diri kepada saya.
2. Assessment: tahapan ini merupakan tahapan untuk mengetahui dan memahami permasalahan yang dialami oleh PPKS, dari tahapan ini dapat diketahui PPKS merupakan perempuan terlantar yang hidup di jalan tanpa keluarga.
3. Planning: setelah dilakukan assessment dan mengetahui permasalahan yang dilami PPKS, maka peksos mulai melakukan perencanaat intervensi yang dilakukan kepada klien.
4. Intervensi: pada tahap ini, peksos melaksanakan rencana intervensi yang telah dirancang dan telah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan klien atau PPKS. Dalam kasus ini, PPKS diberikan Intervensi berupa pemberian sandang dan makanan serta tempat tinggal sementara, dan pemberian bimbingan keagamaan.
5. Evaluasi: setelah melakukan intervensi kepada klien, tahapan ini dilakukan guna mengetahui keberlangsungan intervensi, apakah telah terjadi perubahan dari dir PPKS, baik secara perilaku atau telah timbul rasa ingin berubah dan tidak kembali turun ke jalanan.
6. Terminasi: setelah dikonfirmasi keberhasilan intervensi yang dilakukan, maka dapat dilakukan terminasi atau pengakhiran hubungan profesional antara peksos dengan klien PPKS.
Selain pemberian kebutuhan dasar seperti makanan dan sandang serta tempat tinggal sementara, para PPKS di RPS diberikan bimbingan keagamaan seperti pengajian bagi umat Islam dan Kebaktian bagi umat Kristiani. Kemudian PPKS juga diberikan kebebasan dalam melakukan aktivitas kebugaran seperti bermain sepak bola, senam, serta kegiatan lainnya.
Di RPS, sebagai mahasiswa praktikum, saya dan yang lainnya juga diberikan kebebasan dalam melaksanakan program lainnya, salah satu yang terlaksana yaitu melakukan bimbingan sosial terkait interaksi sosial.
Selama dilakukan bimbingan sosial, para PPKS terlihat antusias dalah berpartisipasi dan memberikan pandangan mereka. Selain itu, para ppks juga diberikan sesi khusus untuk dapat berbagi cerita permasalahan mereka.
Setelah dilakukan assessment, intervensi, dan bimbingan sosial, dapat dilihat terjadi perubahan perilaku pada PPKS, berupa keinginan untuk berubah dan tidak berniat kembali ke jalanan, dan memilih dipindahkan ke panti mengingat dirinya tidak meiliki keluarga.
Perubahan perilaku sendiri menurut Skinner yang menyebutkan tingkah laku terbentuk oleh konsekuensi yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu sendiri, hal ini sangat berkaitan erat dengan kondisi PPKS yang ditangani.
Melalui pengalaman PKL ini, saya menyadari bahwa perubahan sosial bukanlah hasil dari ceramah atau hukuman, tetapi buah dari proses yang sabar, konsisten, dan penuh kepedulian. RPS menunjukkan bahwa intervensi sosial yang tepat dapat benar-benar menyelamatkan hidup. Dari jalanan yang gelap, seseorang bisa kembali menemukan cahaya—asal diberi ruang dan kesempatan.
(Red)