PEMALANG, BeritaIMN.com – Pernyataan Bupati Pemalang mengenai penggantian tulisan Pemalang Ikhlas menjadi Pemalang Aman mendapat respon dari dua mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Pemalang (Mantan Sekda).
Bupati Pemalang berkata,”Gapura itu bukan situs, prasasti atau cagar budaya, Sehingga kami pemerintah daerah wajar kalau melakukan perubahan ini tidak ada kata arogan” ujar Bupati Agung, Jum’at (15/7).
Sementara itu menurut Drs. Budi Rahardjo, MM, bupati hendaknya jangan menggunakan terminologi pemerintah daerah, karena itu hanya pernyataan sepihak dari Bupati. Sedangkan yang pemerintah daerah adalah bupati (eksekutif) bersama DPRD (legislatif).
Budi juga mengatakan janganlah mengatasnamakan pemerintah daerah, dapat mengganti logo tanpa campur tangan dari pihak lain, dalam hal ini yaitu legeslatif.
Berarti dalam hal ini dia (bupati) tidak mengerti apa itu yang di sebut dengan pemerintah daerah,” Berdasarkan UU no 23 tahun 2014, bahwa pemerintah daerah itu adalah Bupati dengan DPRD,” jelas alumni Fisipol Universitas Diponegoro ini.
Lebih lanjut Budi Rahardjo mengungkapkan, pernyataan bupati tersebut dapat dimaknai sebagai genderang perang antara bupati dengan 4 Fraksi DPRD yaitu , FPDI, FPKB, FPG, FPKS yang memiliki 37 kursi. Yang jelas-jelas memprotes mengubah Motto semboyan dari Pemalang IKHLAS diganti visi Bupati sekarang sekarang yaitu Pemalang AMAN. Sementara partai pengusungnya Bupati Agung (PPP, GERINDRA) hanya punya 13 kursi.
Menurut mantan Sekda lainya yaitu Drs Santoso, MM., M.Si., menyoroti bahwa legitimasi antara motto Pemalang Ikhlas dengan Pemalang Aman sangat berbeda.
Sebagaimana disampaikan oleh Bupati bahwa penggantian ini adalah untuk sosialisasi visi pemerintah saat ini, yakni ‘Pemalang Aman’ juga memiliki legalitas yakni Perda nomor 6 tahun 2021 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).
“Inilah yang kami lakukan, kami mensosialisasikan visi Pemalang Aman ditempat tersebut (Gapura gandulan),” kilah Bupati.
Menurut Santoso persoalan ini jangan dibelokkan hanya pada legimated atau tidak legimated nya tulisan tersebut. “Jangan gunakan Perda RPJMD untuk alasan pembenar, tetapi salah. Perlu kita pahami, bahwa kedua perda tersebut mengatur materi yang berbeda,” kata Santoso.
“Perda no 11 th 1990 mengatur materi motto Pemalang Ikhlas, sedang perda yang satunya, mengatur tentang RPJMD Kabupaten Pemalang 2021- 2026, bukan perda yang mencabut perda tentang motto Pemalang Ikhlas,” jelas Santoso.
Ia menyatakan penggantian tulisan tersebut tanpa dasar yuridis, tetapi hanya mendasarkan selera penguasa saja, tanpa “menjaga rasa” karya pendahulunya.
Ini pula yang disebut Budi Santoso sebagai arogansi (Arogansi Minoritas) dengan sense of responsibiltynya buruk sekali. (Kucit. S)